TERIAKAN BERDARAH #2

Aku adalah wanita bernama Nadine yang hidup kesepian. Kesekian kalinya aku bermimpi tentang masa laluku. Sama sekali tidak menyenangkan, bahkan aku ingin melupakannya. Musibah yang menimpa keluargaku mendapat perhatian yang sangat besar dari penduduk setempat. Bagaimanapun kematian dengan kondisi tanpa tempurung kepala dan bola mata yang lepas bukanlah sesuatu yang wajar.

Setelah kejadian tersebut paman beserta bibiku ingin menampungku, tapi aku tidak ingin merepotkan mereka. Aku kabur dan menjadi anak gelandangan. Hidup sebagai anak gelandangan di kota Semarang memang sangat mengenaskan. Mulai dari mengemis sampai menjual koran aku lakukan untuk hidup.

Saat ini aku berumur 20 tahun, dan sudah tidak berlakon sebagai gelandangan. Saat aku menjual koran, aku bertemu dengan Pak Rudy. Dia menawarkan pekerjaan yang bisa dikatakan tidak menyenangkan. Dia berkata bahwa sudah satu bulan tidak ada orang yang mau mengisi lowongan pekerjaan tersebut. Aku sangat bahagia mendengar lowongan tersebut dan langsung menerima tawarannya. Setelah memiliki pekerjaan tetap, paling tidak aku sudah dapat memiliki tempat tinggal yang cukup layak dan mengisi perut dengan makanan yang cukup layak pula.

Mengenang masa lalu memang tidaklah buruk. Terdengar detak jam dinding yang terlihat menunjukkan jarum pendek di angka 9. Tidak terasa sudah cukup lama aku memikirkan masa laluku. Aku segera bergegas memakai seragamku dan bersiap menuju tempat kerjaku. Keadaan di luar sangat gelap, hanya terlihat lampu penerang jalan. Sedikit menakutkan, tapi inilah resiko kerja di shift malam.

Kubuka pintu kamarku, berhembus angin malam yang sempat membuatku merinding. Aku berjalan menuju tempatku bekerja. Kutelusuri jalan setapak ditemani lampu jalan yang remang-remang. Aku membawa tas yang berisi dompet, kunci tempatku bekerja, masker penutup mulut, dan palu. Bukanlah aku yang terlalu skeptis, tapi memang terkadang pria-pria berjaga di jalan setapak ini dan menggoda wanita yang berjalan sendirian. Walau belum pernah ada pria yang menggodaku tapi aku pikir palu ini adalah respon preventif yang tidak berlebihan. Lebih kurang 15 menit aku menelusuri jalan setapak dan akhirnya aku sampai di tempat kerjaku. Seperti biasa rekan kerjaku yang bekerja pada shift sebelumnya sudah tidak tampak. Dia memang terburu-buru kembali ke rumah, tidak bisa menikmati pekerjaannya. Kuambil sebuah kunci dan masker dari tasku. Masker tersebut aku tempelkan ke mulutku lalu aku pakai. Kubuka pintu di hadapanku dengan sebuah kunci yang kugenggam. Pintu tersebut terbuka dan aku segera membawa diriku ke dalam, memulai pekerjaanku sebagai penjaga kamar mayat.

Komentar

Postingan Populer